Jumat, 21 Mei 2010

Prosedur Ekspor menggunakan L/C

Setelah memenuhi persyaratan tersebut diatas, maka untuk melaksanakan ekspor dengan cara pembayaran menggunakan Letter of Credit L/C prosedurnya sebagai berikut:

1. Eksportir mengadakan korespondensi dengan importir di luar negeri sampai mendapatkan kecocokan harga mutu, desain, pengiriman dan akhirnya terjadi kontak jual beli.

2. Importir menghubungi Bank pembuka untuk membuka L/C yang ditujukan kepada eksportir.

3. Bank pembuka meneruskan L/C kepada bank koresponden di tempat eksportir.

4. Bank koreponden meneruskan L/C kepada eksportir.

5. - Eksportir menyiapkan barang yang dipesan importir.

- Eksportir menghubungi Independen Surveyor untuk mengatur pemeriksaan barang

(bila diperlukan)

6. Eksportir atau melalui jasa PPJK memuat barangnya ke kapal atau pesawat terbang untuk mendapat bill of lading (B/L) atau Air Waybill (AWB) sebagai bukti kepemilikan barang yang telah di muat dalam kapal atau pesawat terbang.

7. Eksportir mendapatkan pemberitahuan ekspor barang ke Bank koresponden dengan melengkapi persyaratan yang ditetapkan.

8. Eksportir atau melalui PPJK (Perusahaan Pengurusan Jasa Kepabeanan) EMKL/EMKU meminta persetujuan muat barang (Flat Muat) kepada Bea Cukai

9. Eksportir atau melalui jasa PPJK mengajukan permohonan untuk mendapatkan SKA (Surat Keterangan Asal) ke kantor wilayah Department Perindustrian dan Perdagangan atau kantor Department Perindustrian dan Perdangan setempat apabila di perlukan.

10. Bank koresponden menegosiasikan (membeli) wesel yang diajukan ekportir, setelah meneliti kebenaran dokumen yang diajukan eksportir.

11. Selanjutnya dokumen-dokumen pengapalan dikirimkan oleh bank koresponden kepada bank pembuka untuk mendapat ganti pembayaran (reimbursement)

12. Bank pembuka memeriksa dokumen-dokumen tersebut apakah sesuai dengan

13. Importir membayar atau meminta bank pembuka untuk mendebet rekeningnya pada bank tersebut

14. Setelah importir membayar dokumen-dokumen tersebut, maka bank pembuka menyerahkan dokumen-dokumen tersebut kepada importir untuk pengeluaran barand dari pabean.

Rabu, 12 Mei 2010

MUATAN KAPAL

Barang yang akan dimuat dalam kapal selalu, bila dinyatakan dalam berat, memakai ukuran ton. Namun ukuran 1 ton metrik adala 1.000 kg, 1 ton Inggris adalah 1.016,05 kg, dan 1 ton Amerika adalah 0.90718 metrik. Sehingga perbandingan ketiganya adalah :

UKURAN

LONG TON

SHORT TON

METRIK TON

1 long ton (Inggris)

1 short ton (Amerika)

1 Metric ton

1

0,893

0,984

1,12

1

1,102

1,016

0,907

1

Dalam menghitung isi ruangan, bila menerima muatan, dipakai berat (weight) atau ukuran (measurement) yang lebih menguntungkan pihak kapal. Untuk ini digunakan istilah Shipping ton. Satu Shipping ton besarnya 40 cft dan satu Shipping ton metric berarti suatu barang seberat 1.000 kg mengambil ruangan muatan sebesar 1 meter kubik.

Muatan yang stowage factor atau faktor muatnya lebih kecil dari adalah 40 adalah deadweight cargo.

Stowage factor (SF) adalah volume yang diperlukan untuk 1 ton (1.016 kg) barang yang dinyatakan dalam cft. SF 40 berarti bahwa 1 ton barang itu mengambil tempat 40 cft. Dalam SF sudah diperhitungkan pula broken stowage (celah yang terdapat diantara muatan). Sebagai contoh. Sf kopra adalah 80. itu berarti 1 long ton kopra mengambil ruangan 80 cft

Untuk dapat menghitung banyaknya barang yang dapat dimuat dalam salah satu ruangan muatan kapal atau palka, kita harus mengetahui besarnya ruangan palka. Besarnya ruangan palka dari kapal dinyatakan dalam bale space dan grain space

Bale Space adalah ruangan didalam palka yang disediakan untuk muatan umum (general cargo) dan biasanya dinyatakan dalam cft. Besarnya ruangan muatan diukur dari bagian dalam gading – gading dan antara lantai bawah dengan bagian bawah dari deck beam lantai atas.

Grain Space adalah ruangan dalam palka yang disediakan untuk mutan curah (bulk) dan biasanya dinyatakakan dalam cft. Besarnya ruangan muatan diukur dari bagian dalam dinding kapal dan dari lantai bawah sampai dengan bagian bawah dari lantai atas.

Jumlah keseluruhan dari bale space atau grain space dibagi oleh cargo deadweight ton adalah stowage factor dari sebuah kapal barang.

Perbandingan antara net, gross, dan deadweight tonnage berbeda untuk setiap kapal. Khusus bagi kapal-kapal barang, rasio perbandingannya biasanya adalah

1 NRT = 11/2 GRT = 21/4 – 21/2 DWT.

Selasa, 11 Mei 2010

Tatalaksana Kepabeanan di Bidang Impor secara Umum

I. KEDATANGAN BARANG IMPOR

  1. Kedatangan Sarana Pengangkut
A. Sebelum Kedatangan Sarana Pengangkut

Kewajiban Pengangkut :

  1. Pengangkut wajib menyerahkan Pemberitahuan Rencana Kedatangan Sarana Pengangkut (BC 1.0) secara tertulis dalam rangkap 2 (dua) lembar atau melalui media elektronik kepada Pejabat yang menangani Manifest di Kantor Pabean tempat tujuan pembongkaran pertama.
  2. Pemberitahuan Rencana Kedatangan Sarana Pengangkut sekurang-kurangnya mencantumkan:
    1. Nama sarana pengangkut
    2. Nomor pengangkutan
    3. Nama pengangkut
    4. Pelabuhan asal
    5. Pelabuhan tujuan
    6. Rencana tanggal kedatangan
    7. Rencana jumlah kemasan atau peti kemas yang akan dibongkar
    8. Pelabuhan tujuan berikutnya dalam Daerah Pabean
    9. Pelabuhan terakhir di luar Daerah Pabean
  3. Terhadap penyerahan Pemberitahuan Rencana Kedatangan Sarana Pengangkut (RKSP) dan Jadwal Kedatangan Sarana Pengangkut akan diberikan bukti penerimaan yang merupakan persetujuan pembongkaran barang impor.
  4. Untuk sarana pengangkut yang mempunyai jadwal kedatangan secara teratur dalam suatu periode tertentu tidak perlu menyerahkan Pemberitahuan mengenai Rencana Kedatangan Sarana Pengangkut tetapi cukup menyerahkan Jadwal Kedatangan Sarana Pengangkut.
  5. Setiap perubahan rencana kedatangan sarana pengangkut atau Jadwal Kedatangan Sarana Pengangkut wajib diberitahukan oleh pengangkut kepada Pejabat yang menangani Manifest.
  6. Ketentuan lainnya
    Pemberitahuan rencana kedatangan sarana pengangkut tidak berlaku bagi sarana pengangkut yang datang dari luar daerah Pabean melalui darat .
B. Saat Kedatangan Sarana Pengangkut

Sarana pengangkut membawa barang impor tujuan dalam Daerah Pabean

Kewajiban Pengangkut :

a. Pengangkut wajib menyerahkan Pemberitahuan Kedatangan Barang Impor berupa :

    • Manifest (BC1.1) barang impor
    • Daftar penumpang dan/ atau awak sarana pengangkut
    • Daftar senjata api
    • Daftar obat-obatan termasuk narkotika yang digunakan dalam pengobatan
    • Daftar bekal
b. Pengangkut yang datang dari luar Daerah Pabean melalui darat wajib menyerahkan daftar barang impor yang
diangkutnya
c. Pemberitahuan dan daftar barang impor dibuat dalam bentuk tertulis maupun melalui media elektronik, dalam
bahasa Indonesia atau Bahasa Inggris yang ditandatangani oleh pengangkut.
d. Dalam hal sarana pengangkut tidak membawa barang impor, pengangkut menyerahkan pemberitahuan nihil.
Sarana pengangkut membawa barang impor yang akan diangkut terus/ atau diangkut lanjut tujuan luar Daerah Pabean. Kewajiban pengangkut :
  1. Pengangkut wajib menyerahkan pemberitahuan berupa
    1. Manifest barang impor secara terpisah
    2. Daftar penumpang dan/ atau awak sarana pengangkut
    3. Daftar senjata api
    4. Daftar obat-obatan termasuk narkotika yang digunakan dalam pengobatan
    5. Daftar bekal
  2. Pemberitahuan dan daftar barang impor dibuat dalam bentuk tertulis maupun melaui media elektronik, dalam Bahasa Indonesia atau Bahasa Inggris yang ditandatangani oleh pengangkut.
  3. Dalam hal sarana pengangkut tidak membawa barang impor, pengangkut menyerahkan pemberitahuan nihil.
    C. Jangka Waktu
    1. Pemberitahuan diserahkan oleh pengangkut kepada Kepala Kantor Pabean setempat selambat-lambatnya dalam waktu 24 jam setelah kedatangan sarana pengangkut.
    2. Daftar barang impor diserahkan oleh pengangkut selambat-lambatnya sampai dengan saat kedatangan sarana pengangkut darat
    3. Penyerahan pemberitahuan dan daftar barang impor, tidak berlaku untuk sarana pengangkut yang berlabuh tidak lebih dari 24 jam dan tidak melakukan kegiatan bongkar muat barang impor atau ekspor.
    4. Dalam hal sarana pengangkut dalam keadaan darurat, pemberitahuan wajib diserahkan kepada Kepala Kantor Pabean terdekat dalam waktu selambat-lambatnya 72 jam setelah pembongkaran.

II. PERBAIKAN MANIFEST DAN SANKSI ADMINISTRASI

  1. Perbaikan Manifest :
    1. Perbaikan manifest hanya dapat dilakukan sepanjang mengenai jumlah, jenis, merek,nomor kemasan, peti kemas, atau barang curah.
    2. Perbaikan manifest dapat dilaksanakan atas persetujuan Kepala Kantor Pabean.
    3. Perbaikan manifest wajib dilakukan oleh pengangkut dalam hal pengiriman barang impor dilakukan secara konsolidasi, dengan merinci lebih lanjut post manifest yang bersangkutan.
  2. Sanksi Administrasi :
    1. Dalam hal perbaikan manifest berkenaan dengan jumlah kemasan atau peti kemas atau barang curah, dikenakan sanksi administrasi berupa denda, yaitu apabila pengangkut tidak dapat membuktikan bahwa kesalahan tersebut terjadi di luar kemampuannya.
    2. Pengeluaran barang impor yang bersangkutan baru dapat dilaksanakan setelah sanksi administrasi tersebut dipenuhi.

III. PEMBONGKARAN BARANG IMPOR

    1. Pelaksanaan Pembongkaran Barang Impor
    1. Di kawasan Pabean, atau
    2. Di tempat lain setelah mendapat persetujuan dari Kepala Kantor Pabean yang mengawasi tempat yang bersangkutan.
    2. Kewajiban Pengangkut dan Kuasanya
Pengangkut atau kuasanya wajib menyampaikan daftar kemasan atau peti kemas yang telah dibongkar kepada Kantor Pabean, segera setelah selesai pembongkaran barang impor.3. Pengangkut wajib Membayar Bea Masuk, Cukai dan Pajak dalam rangka impor berikut sanksi administrasi dalam hal kedapatan jumlah kemasan/peti kemas kurang dibongkar dan tidak dapat dipertanggung-jawabkan kekurangannya.

IV. PENIMBUNAN BARANG IMPOR

    1. Pelaksanaan Penimbunan Barang Impor
Barang impor yang belum selesai kewajibannya dapat ditimbun di :
    1. Tempat Penimbunan Sementara, atau
    2. Gudang atau Lapangan Penimbunan milik importir setelah mendapat persetujuan dari Kepala Kantor Pabean.
    2. Kewajiban Pengusaha Penimbunan
      Segera setelah selesainya penimbunan, Pengusaha Tempat Penimbunan dimaksud wajib menyampaikan daftar kemasan atau peti kemas yang telah ditimbun kepada Kepala Kantor.
    3. Pengusaha Tempat Penimbunan Sementara/Gudang Penimbunan wajib
      Membayar Bea masuk, Cukai, dan Pajak dalam rangka impor berikut sanksi administrasi dalam hal kedapatan jumlah kemasan/peti kemas kurang ditimbun dan tidak dapat dipertanggung-jawabkan kekurangannya.
    4. Terhadap kelebihan bongkar atau timbun hanya dikenakan sanksi administrasi.

V. PENGELUARAN BARANG IMPOR

    Pengeluaran Barang Impor dari Kawasan Pabean dengan Tujuan Untuk Dipakai
A. Penyiapan PIB/PIBT
    1. Atas barang impor yang akan dikeluarkan dari Kawasan Pabean dengan tujuan untuk dipakai, importir menyiapkan PIB berdasarkan Dokumen Pelengkap Pabean
    2. Importir menghitung sendiri Bea Masuk, Cukai dan Pajak dalam rangka impor (self assessment) yang harus dibayar
    3. Terhadap barang impor berupa :
  • Barang pindahan
  • Barang impor sementara yang dibawa oleh penumpang
  • Barang impor melalui jasa titipan
  • Sarana angkutan laut dan udara
  • Barang impor tertentu yang ditetapkan oleh Dirjen Bea dan Cukai
Pengeluarannya dari Kawasan Pabean untuk tujuan dipakai dilakukan dengan Pemberitahuan Impor Barang Tertentu (PIBT)B. Pelunasan Bea Masuk, Cukai dan Pajak dalam rangka impor melalui Bank Devisa Persepsi atau Kantor Pabean
dilakukan dengan cara :
    1. Pembayaran biasa Bank devisa persepsi atau Kantor Pabean akan memberikan bukti pembayaran dan memberikan nomor serta tanggal pembayaran pada bukti pembayarannya.
    2. Pembayaran berkala Diberikan kepada importir yang telah memenuhi persyaratan tertentu untuk suatu periode tertentu.
    C. Pengajuan PIB
    1. Pengajuan PIB dapat dilakukan untuk setiap pengimporan atau secara berkala dalam periode tertentu kepada pejabat Bea dan Cukai
    2. PIB dilampiri dengan dokumen pelengkap pabean dan bukti pembayaran Bea Masuk, Cukai dan Pajak dalam rangka impor.
    3. PIB dan lampirannya diajukan kepada pejabat Bea dan Cukai untuk dilakukan pemeriksaan.
    4. Pengajuan PIB dan lampirannya dapat dilakukan sebelum barang impor tiba di pelabuhan.
    5. PIB dapat diajukan melalui tiga cara :
    D. Ketentuan Pengeluaran Barang Impor :
    1. Barang impor dengan tujuan untuk dipakai
      1. Hanya dapat dikeluarkan setelah dilakukan pemeriksaan pabean dan persetujuan pengeluaran barang oleh pejabat Bea dan Cukai.
      2. Pemeriksaan pabean meliputi pemeriksaan dokumen dan pemeriksaan fisik barang.
        ( Pengeluaran melalui jalur hijau dan jalur merah)
      3. Pemeriksaan fisik barang dilakukan secara selektif.
    2. Barang impor berupa hasil tembakau dan MMEA yang dikemas untuk penjualan eceran
      hanya dapat dikeluarkan setelah dilekati tanda pelunasan atau pengawasan cukai (pita cukai).

VI. STANDAR WAKTU PELAYANAN

  • Pelayanan PIB sampai dengan penetapan jalur, paling lama 4 (empat) jam kerja sejak penerimaan PIB
  • Dalam hal jalur merah, pelaksanaan pemeriksaan harus dilaksanakan paling lambat 12 (dua belas) jam kerja sejak penerimaan PIB
  • Penerbitan SPPB paling lambat 48 (empat puluh delapan) jam kerja sejak penerimaan PIB.

VII. PENANGGUHAN PEMBAYARAN BEA MASUK, CUKAI DAN PAJAK DALAM RANGKA IMPOR

    A. Persetujuan pengeluaran barang impor dengan penangguhan pembayaran Bea Masuk, Cukai,
    dan Pajak dalam rangka impor diberikan oleh Kepala Kantor Pabean apabila importir telah mengajukan :
    1. PIB dan jaminan, atau
    2. Dokumen pelengkap pabean dan jaminan.
    B. Barang impor yang mendapatkan fasilitas penangguhan pembayaran meliputi barang impor:
    1. Yang mendapatkan kemudahan pembayaran berkala
    2. Untuk pembangunan proyek yang mendesak
    3. Untuk keperluan penanggulangan keadaan darurat
    4. Yang memerlukan pelayanan segera
    5. Yang akan memperoleh fasilitas pembebasan atau keringanan Bea Masuk dan atau Pajak dalam rangka impor.
    C. Jangka Waktu Penangguhan
    1. Importir yang barang impornya telah mendapat persetujuan pengeluaran dengan penangguhan pembayaran, wajib menyelesaikan kewajiban yang dipersyaratkan dalam jangka waktu selambat-lambatnya 60 hari sejak tanggal pendaftaran PIB atau dokumen pelengkap Pabean di Kantor Pabean.
    2. Perpanjangan jangka waktu hanya dapat dilakukan atas persetujuan Direktur Jenderal Bea dan Cukai atau pejabat yang ditunjuknya.

VIII. KLASIFIKASI DAN NILAI PABEAN

    1. Atas permintaan importir, Dirjen Bea dan Cukai memberikan persetujuan pemberitahuan Nilai Pabean, dan/ atau
    2. Penetapan klasifikasi barang impor sebelum importasi digunakan untuk penyiapan PIB dan penghitungan Bea Masuk, Cukai dan Pajak dalam rangka impor.

IX. PENGELUARAN BARANG IMPOR DARI KAWASAN PABEAN DENGAN TUJUAN TPB

IMPORTIR
    1. Importir menyerahkan pemberitahuan pabean (BC 2.3) yang telah diisi dalam 3 rangkap kepada Pejabat yang mengawasi TPB untuk dibukukan dan diberikan nomor pendaftaran.
    2. BC 2.3 rangkap kesatu dan kedua yang telah diberikan nomor pendaftaran diajukan kepada pejabat yang menangani manifest di Kawasan Pabean tempat barang impor dibongkar.
PEJABAT BEA DAN CUKAI YANG MENANGANI MANIFEST
    1. Menerima BC 2.3 rangkap kesatu dan kedua
    2. Melakukan penelitian atas BC 2.3 dan mencocokkannya dengan pos BC 1.1 yang ada padanya.
      1. Apabila kedapatan tidak sesuai, BC 2.3 dikembalikan kepada importir yang bersangkutan
      2. Apabila kedapatan sesuai, melakukan penutupan pada pos BC 1.1, selanjutnya memberikan persetujuan pengeluaran barang pada BC 2.3 rangkap kesatu dan kedua kepada pejabat yang mengeluarkan barang.
PEJABAT YANG MENGELUARKAN BARANG
    1. Menerima BC 2.3 rangkap kesatu dan kedua dari pejabat yang menangani manifest
    2. Melakukan pencocokkan identitas kemasan atau peti kemas yang tercantum di BC 2.3 dengan kemasan atau peti kemas yang bersangkutan.
    3. Melaksanakan pengeluaran barang impor.
    4. Menyerahkan BC 2.3 rangkap kesatu kepada pengangkut
    5. Mengirimkan kembali BC 2.3 rangkap kedua setelah diberikan catatan pengeluaran seperlunya kepada pejabat yang menangani manifest guna ditatausahakan sebagai arsip.
    6. Pengangkut menerima BC 2.3 rangkap kesatu yang diserahkan oleh pejabat yang mengeluarkan barang untuk melindungi pengangkutan sampai di TPB yang bersangkutan.Pengawasan barang impornya dilakukan di bawah pengawasan Pabean.

X. PENGELUARAN BARANG REIMPOR DARI KAWASAN PABEAN

    1. Barang Reimpor adalah :
      1. Barang ekspor yang harus diimpor kembali karena tidak laku, tidak memenuhi kontrak pembelian, tidak memenuhi ketentuan impor di negara tujuan ekspor
      2. Barang yang telah selesai diperbaiki, dikerjakan atau diuji di luar daerah pabean
      3. Barang yang telah selesai digunakan untuk pelaksanaan pekerjaan di luar daerah pabean
      4. Barang yang telah selesai digunakan untuk keperluan pameran, pertunjukan atau perlombaan di luar daerah pabean.
    2. Pengeluaran barang reimpor dilakukan dengan menggunakan PIB.
    3. Pengeluaran barang impornya dilakukan setelah dilakukan pemeriksaan pabean dan diberikan persetujuan pengeluaran barang oleh pejabat Bea dan Cukai.

XI. VERIFIKASI PIB

    1. PIB yang telah diberikan persetujuan pengeluaran barang oleh pejabat Bea dan Cukai dilakukan verifikasi oleh pejabat Bea dan Cukai.
    2. Verifikasi PIB harus telah selesai dilakukan selambat-lambatnya 2 tahun sejak tanggal pendaftaran PIB pada Kantor Pabean.
    3. Hasil verifikasi PIB dijadikan sebagai kriteria untuk pelaksanaan audit di bidang kepabeanan

XII. KETENTUAN LAIN-LAIN

    1. Penyerahan pemberitahuan pabean dilaksanakan dengan menggunakan media elektronik, kecuali kantor pabean yang belum tersedia sarana komputer.
    2. Ketentuan teknis lebih lanjut diatur oleh Direktur Jenderal Bea dan Cukai.



Bill of Lading (B/L)

adalah dokumen perjalanan atau pemuatan. B/L dikeluarkan oleh pihak pengangkut baik pelayaran, penerbangan atau lainnya atau agennya yang menunjukkan bahwa pengirim mengirimkan barangnya dengan kesepakatan yang tertulis di dalam B/L tersebut. Pendeknya b/l adalah bukti penyerahan / pengiriman barang dari pengirim kepada pelayaran untuk mengirimkan barangnya sampai ke tempat tujuan yang ditunjuk oleh si pengirim. Jadi B/l dapat berfungsi sebagai :
- Dokumen penyerahan barang dari eksportir kepada pihak ekspedisi
- Dokumen kontrak perjalanan antara eksportir dengan perusahaan ekspedisi
- Dokumen kepemilikan barang yang tertera dalam dokumen b/l

Dalam b/l wajib disebut, :
- nomer dan tanggal b/l dan ditandatangani yang mengeluarkan
- nama pengirim, penerima barang
- pelabuhan muat, bongkar
- nama sarana pengankut, nama kapal atau pesawat dan no perjalanannya
- nama, jumlah dan jenis barangnya
- berat bersih atau kotor barang
- model penyerahan barang, ongkos perjalanan dibayar dimuka atau dibelakang
- kondisi lain yang disepakati.

Prosedur dan Dokumen Ekspor



EKSPOR
Yang dimaksud dengan Ekspor adalah kegiatan mengeluarkan barang dari
Daerah Pabean.


DAERAH PABEAN
Adalah Wilayah Republik Indonesia yang meliputi wilayah darat,
perairan dan ruang udara di atasnya, serta tempat-tempat tertentu di
zone ekonomi eksklusif dan landasan yang di dalamnya berlaku
Undang-undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan.


EKSPORTIR
Adalah perusahaan atau perorangan yang melakukan kegiatan ekspor.


BARANG YANG DIATUR EKSPORNYA
Adalah barang yang ekspornya hanya bisa dilakukan oleh Eksportir
Terdaftar.


BARANG YANG DIAWASI EKSPORNYA
Adalah barang yang ekspornya hanya dapat dilakukan dengan
persetujuan Menteri Perindustrian dan Perdagangan atau Pejabat yang
ditunjuk.


BARANG YANG DILARANG EKSPORNYA
Adalah barang yang tidak boleh diekspor.


BARANG YANG BEBAS EKSPORNYA
Adalah barang yang tidak termasuk dalam pengertian “Barang Yang
Diatur Ekspornya”, “Barang Yang Diawasi Ekspornya” dan “Barang Yang
Dilarang Ekspornya”.


Tekstil dan Produk Tekstil (TPT)
Serat, benang, tekstil lembaran, pakaian jadi dan barang jadi
lainnya terbuat dari tekstil yang termasuk dalam Buku Tarif Bea
Masuk Indonesia dengan Pos tariff H.S Ex-42.02, 50.01 s/d 63.10,
Ex-64.05, Ex-65.02, Ex-65.03, Ex-65.05, Ex-70.19, Ex-94.04, Ex-96.12

Negara Kuota
Negara pengimpor TPT yang berdasarkan suatu Perjanjian Bilateral
yang memberlakukan Kuota.

Kuota Pertumbuhan (KPt)
Kuota tambahan yang diberikan oleh Negara Kuota setiap Tahun Kuota
yang besarnya sesuai dengan Perjanjian Bilateral.

Kuota Tetap (KT)
Kuota yang dialokasikan setiap tahun yang bersumber dari kuota dasar.

Kuota Sementara Murni (KSM)
Kuota Selisih antara Kuota Dasar dengan alokasi KT Nasional.


Kuota Fleksibilitas (KF)
Kuota yang berasal dari Kuota Tidak Terealisasi, Pergeseran,
Pertukaran, Penitipan KT, Kuota Handicraft, sisa KSM dan SWAP.

Kuota Pergeseran Khusus (Kuota Special Shift/KSS)
Kuota yang berasal dari perpindahan antar Kategori TPT tertentu
sesuai dengan Perjanjian Bilateral.

Kuota Pinjaman (KP)
Kuota yang dipinjam dari Kuota Dasar pada tahun berikutnya yang
digunakan pada tahun berjalan sesuai dengan Perjanjian Bilateral.

Sabtu, 08 Mei 2010

Analisa Kredit 6C

Tujuan utama analisis premohonan kredit adalah untuk memperoleh keyakinan apakah nasabah mempunyai kemauan dan kemampuan memenuhi kewajibannya kepada bank secara tertib, baik pembayaran pokok pinjaman maupun bunganya, sesuai dengan kesepakatan dengan bank.hal-hal yang perlu diperhatikan dalam penyelesaian kredit nasabah, terlebih dahulu harus terpenuhinya Prinsip 6 C’s Analysis, yaitu sebagai berikut:

1. Character

Character adalah keadaan watak dari nasabah, baik dalam kehidupan pribadi maupun dalam lingkungan usaha. Kegunaan dari penilaian terhadap karakter ini adalah untuk mengetahui sampai sejauh mana kemauan nasabah untuk memenuhi kewajibannya (willingness to pay) sesuai dengan perjanjian yang telah ditetapkan.

Sebagai alat untuk memperoleh gambaran tentang karakter dari calon nasabah tersebut, dapat ditempuh melalui upaya antara lain:

a. Meneliti riwayat hidup calon nasabah;

b. Meneliti reputasi calon nasabah tersebut di lingkungan usahanya;

c. Meminta bank to bank information (Sistem Informasi Debitur);

d. Mencari informasi kepada asosiasi-asosiasi usaha dimana calon nasabah berada;

e. Mencari informasi apakah calon nasabah suka berjudi;

f. Mencari informasi apakah calon nasabah memiliki hobi berfoya-foya.

2. Capital

Capital adalah jumlah dana/modal sendiri yang dimiliki oleh calon nasabah. Semakin besar modal sendiri dalam perusahaan, tentu semakin tinggi kesungguhan calon nasabah dalam menjalankan usahanya dan bank akan merasa lebih yakin dalam memberikan kredit. Modal sendiri juga diperlukan bank sebagai alat kesungguhan dan tangung jawab nasabah dalam menjalankan usahanya karena ikut menanngung resiko terhadap gagalnya usaha.dalam praktik, kemampuan capital ini dimanifestasikan dalam bentuk kewajiban untuk menyediakan self-financing, yang sebaiknya jumlahnya lebih besar daripada kredit yang dimintakan kepada bank.

3. Capacity

Capacity adalah kemampuan yang dimiliki calon nasabah dalam menjalankan usahanya guna memperoleh laba yang diharapkan. Kegunaan dari penilaian ini adalah untuk mengetahui sampai sejauh mana calon nasabah mampu untuk mengembalikan atau melunasi utang-utangnya secara tepat waktu dari usaha yang diperolehnya.

Pengukuran capacity tersebut dapat dilakukan melalui berbagai pendekatan berikut ini:

a. Pendekatan historis, yaitu menilai past performance, apakah menunjukkan perkembangan dari waktu ke waktu.

b. Pendekatan finansial, yaitu menilai latar belakang pendidikan para pengurus

c. Pendekatan yuridis, yaitu secara yuridis apakah calon nasabah mempunyai kapasitas untuk mewakili badan usaha yang diwakilinya untuk mengadakan perjanjian kredit dengan bank.

d. Pendekatan manajerial, yaitu menilai sejauh mana kemampuan dan keterampilan nasabah melaksanakan fungsi-fungsi manajemen dalam memimpin perusahaan.

e. Pendekatan teknis, yaitu untuk menilai sejauh mana kemampuan calon nasabah mengelola faktor-faktor produksi seperti tenaga kerja, sumber bahan baku, peralatan-peralatan , administrasi dan keuangan, industrial relation sampai pada kemampuan merebut pasar.

4. Collateral

Collateral adalah barang-barang yang diserahkan nasabah sebagai agunan terhadap kredit yang diterimanya. Collateral tersebut harus dinilai oleh bank untuk mengetahui sejauh mana resiko kewajiban finansial nasabah kepada bank. Pada hakikatnya bentuk collateral tidak hanya berbentuk kebendaan tetapi juga collateral yang tidak berwujud seperti jaminan pribadi (borgtocht), letter of guarantee, letter of comfort, rekomendasi dan avalis.

5. Condition of Economy

Condition of Economy, yaitu situasi dan kondisi politik , sosial, ekonomi , budaya yeng mempengaruhi keadaan perekonomian pada suatu saat yang kemungkinannya memengaruhi kelancaran perusahaan calon debitur. Untuk mendapat gambaran mengenai hal tersebut, perlu diadakan penelitian mengenai hal-hal antara lain:

a. Keadaan konjungtur

b. Peraturan-peraturan pemerintah

c. Situasi, politik dan perekonomian dunia

d. Keadaan lain yang memengaruhi pemasaran

6. Constraint

Constraint adalah batasan dan hambatan yang tidak memungkinkan suatu bisnis untuk dilaksankan pada tempat tertentu, misalnya pendirian suatu usaha pompa bensin yang disekitarnya banyak bengkel las atau pembakaran batu bata.

Dari keenam prinsip diatas, yang paling perlu mendapatkan perhatian account officer adalah character, dan apabila prinsip ini tidak terpenuhi, prinsip lainnya tidak berarti. Dengan perkataan lain, permohonannya harus ditolak.

Letter of Credit

Letter of Credit (L/C) adalah suatu surat pernyataan yang dikeluarkan oleh issuing bank atas permintaan pembeli/importir yang ditujukan kepada penjual/eksportir/beneficiary melalui advising/confirming bank dengan menyatakan bahwa issuing bank akan membayar sejumlah uang tertentu apabila syarat-syarat yang ditetapkan dalam L/C tersebut dipenuhi.

Pada saat ini lebih dari 50% pembayaran internasional menggunakan L/C karena metode pembayaran inimempunyai beberapa kelebihan antara lain sebagai berikut:

  1. Adanya jaminan pembayaran bagi eksportir/penjual
  2. Adanya jaminan penerimaan barang bagi importir melalui perbankan yang akan menyerahkan pembayaran sesuai dengan syarat-syarat yang ditetapkan dalam L/C
  3. Adanya fasilitas kredit eksportir atau importir melalui perbankan
  4. Adanya fasilitas hedging

Beberapa hal penting yang harus diperhatikan dalam L/C adalah:

  1. Sifat L/C apakah revocable atau irrevocable
  2. Tanggal expired L/C
  3. Tanggal pengapalan
  4. Syarat-syarat dalam L/C misalnya apakah dapat dilakukan transhipment atau partial shipment

Secara garis besar L/C dapat dkelompokkan menjadi:

1. Basic L/C yang terdiri atas:

a. Revocable L/C adalah L/C yang dapat diubah atau dibatalkan sepihak oleh pembeli/importir atau issuing bank tanpa persetujuan atau pemberitahuan kepada penjual/eksportir. L/C ini banyak digunakan dengan anak/cabang perusahaannya atau antara perusahaan yang sudah saling mempercayai

b. Irrevocable L/C adalah L/C yang tidak dapat diubah atau dibatalkan tanpa persetujuan kedua belah pihak

c. Confirming irrevocable L/C adalah L/C yang tidak dapat dibatalkan sepihak dan dijamin sepenuhnya oleh confirming bank

2. Special L/C yang terdiri antara lain dari:

a. Red-Clause L/C

L/C ini memiliki kalususl dengan tinta merah yang menyatakan bahwa advising/confirming bank dapat melakukan pembayaran di muka kepada eksportir/penjual/beneficiary sebelum penyerahan dokumen pengiriman barang dilakukan. L/C semacam ini sering digunakan untuk menyediakan dana/kredit bagi eksportir sebelum barang dikapalkan

b. Green-Ink L/C

L/C ini hampir sama dengan red-clause L/C yang memberikan pembayaran d I muka dengan syarat eksportir harus menyerahkan kepada advising/negotiating bank yang ditunjuk suatu bukti atau tanda terima penyimpanan barang dari warehouse sampai beneficiary siap untuk mengapalkan barang tersebut

c. Revolving L/C

Pada L/C jenis ini, nilainya dapat diperbaharui sesuai dengan nilai yang tercantum didalamnya berdasarkan syarat-syarat yang ditetapkan misalnya tentang nilai maksimum, kumulatif atau non-kumulatif dan sebagainya

d. Transferable L/C

Pada L/C ini, beneficiary dapat dipindahtangankan berdasarkan instruksi khusu dari applicant atau importir/pembeli dan syarat-syarat yang ditetapkan dalam L/C tersebut

e. Back to back L/C

Jenis L/C ini merupakan L/C yang diterbitkan oleh issuing bank di tempat eksportir atas permintaan eksportir yang ditujukan kepada supplier. Back to back L/C induk yang dikeluarkan oleh issuing bank di negara importir/pembeli. Back to back ini biasanya identik dengan L/C induk, kecuai mengenai harga, tanggal pengapalan dan tanggal berlakunya. Back to back L/C biasa digunakan dalam hal berikut: (1) eksportir bukan supplier barang yang diekspor (2) eksportir tidak mempunyai dana untuk membayar supplier (3) eksportir ingin menjaga agar importir dan supplier tidak saling kenal (4) eksportir ingin merahasiakan harga barang

f. Stand by L/C

Jenis L/C ini merupakan L/C yang diberikan issuing bank atas permintaan applicant /peminjam/kontarktor sebagai jaminan khusus kepada pihak beneficiary apabila gagal untuk memenuhi atau melaksanakan kontraknya

g. Restricted L/C

Jenis L/C ini merupakan L/C yang pembayarannya dibatasi (restricted) hanya kepada /melalui bank di negara beneficiary yang namanya tercantum pada L/C tersebut

h. Negotiable atau Open L/C

Enis L/C ini merupakan L/C dimana beneficiary dapat mengajukan wesel dan dokumen-dokumen lampirannya ke bank yang ditunjukknya

i. Straight L/C

Jenis L/C ini biasanya jatuh tempo di negara issuing bank tetapi advising /confirming bank dinegara beneficiary dapat melakukan pembayaran lebih dahulu atau menunggu sampai mendapatkan reimbursement. Asal dokumen-dokumen yang diperlukan diajukan secara langsung (straight)

j. Usuance L/C

Jenis L/C ini merupakan cara pembayaran yang dilakukan dengan pemberian kredit oleh eksportir kepada importir untuk jangka waktu antara 90 hingga 180 hari dengan menerbitkan time/draft/wesel. Pemberian fasilitas kredit ekspor dimaksudkan untuk mendorong pemasaran produk ke pasar ekspor. Bila eksportir memerlukan dana dapat mencairkan draft/weselnya dengan diskonto pada bank

k. Merchant L/C

Jenis L/C ini berbeda dengan bankers L/C , karena L/C dibuka oleh importir melalui banknya yang ditujukan kepada eksportir untuk menjamin pembayaran draft pada saat jatuh tempo,tetapi tidak bertanggungjawab atau mengikat diri untuk pelunasan L/C tersebut. Jenis L/C ini sudah saling kenal dan percaya atau perusahaan yang berafiliasi atau merupakan subsidiary dengan perusahaan induknya

l. Clean L/C

Pada jenis ini, L/C yang tanpa dilengkapi dengan lampiran dokumen shipping seperti B/L dan lain-lain sudah dapat dicairkan

Proses Outgoing dan Incoming Cargo

Alur Outgoing Kargo
Secara umum proses outgoing kargo ekspor adalah sebagai berikut :

  1. Kargo yang akan dikirim akan dilakukan pembukuan (reservation) terlebih dahulu
  2. Setelah melakukan reservation, kargo akan dibawa ke Gudang Penerimaan Kargo (Warehouse Acceptance).
    Disana kargo akan dilengkapi dengan :
    1. Form Pemberitahuan Ekspor Barang (PEB) dan Pemberitahuan Ekspor Barang Tertentu (PEBT)
    2. Form Shipper Letter of Instruction (SLI)
    3. Packing List
    4. Perishable dan Live Animal dilengkapi dokumen karantina
    5. Dokumen pelengkap lainnya.
  3. Dari proses di gudang penerimaan kargo, kargo akan dibawa ke unit Bea dan Cukai (customs). Di customs, kargo akan menerima dokumen kargo dan persetujuan muat (fiat muat) apabila dokumen pengangkutan lengkap. Persetujuan itu berupa pengecapan stempel, dimana stempel tersebut sebagai tanda bahwa kargo yang bersangkutan diizinkan oleh pihak bea cukai untuk dikirim.
  4. Kemudian kargo yang dikirimkan sebelum disimpan di gudang pengiriman (Warehouse Movement) dilakukan pemeriksaan X-Ray terlebih dahulu, untuk mengetahui isi yang akan dikirim.
  5. Setelah pemeriksaan tersebut maka kargo akan disimpan di gudang (Storage area). Kargo yang akan dikirim akan di packing ulang dengan menggunakan plastik di Build up area.
  6. Jika sudah siap, kargo akan dimuat ke pesawat.

Alur Incoming Kargo
Secara umum proses incoming kargo impor adalah sebagai berikut :

  1. Kargo diturunkan dari pesawat dan dibawa ke Break Down Area menggunakan dollies.
  2. Di Break Down Area, cargo dilakukan proses pemisahan dan dilakukan proses pencatatan Airway Bill.
  3. Setelah itu cargo akan disimpan di Import Warehouse / Acceptance Import untuk pemeriksaan fisik cargo dan dokumen-dokumennya.
  4. Pihak Warehouse Operator akan mengirimkan NOA (Notice Of Arrival) kepada consignee dengan tujuan untuk memberitahukan bahwa cargo telah sampai dan siap diambil.
  5. Saat consignee mengambil cargo, consignee dikenai biaya sewa gudang.
  6. Setelah consignee menyelesaikan pembayaran maka proses selanjutnya adalah pemeriksaan bea & cukai. Proses ini mirip dengan proses kedatangan penumpang internasional dimana terdapat jalur hijau dan jalur merah. Setelah pemeriksaan bea & cukai, cargo dapat dibawa oleh consignee.

International Commercial Terms 2000

  1. EXW = EX WORKS

Ex Works” berarti bahwa Penjual melakukan penyerahan barang, bila dia telah menempatkan barang-barang itu untuk pembeli di tempat kediaman Penjual atau tempat lain yang ditentukan (yakni tempat kerja, pabrik, gudang dll), belum diurus formalitas ekspornya dan juga tidak dimuat ke atas kendaraan pengangkut manapun syarat ini merupakan kewajiban yang paling ringan bagi Penjual, dan Pembeli wajib memikul semua biaya dan resiko yang terkait dengan kewajiban untuk mengambil barang-barang itu dari tempat Penjual. Namun bila pihak-pihak mengingini Penjual bertanggungjawab untuk memuat barang-barang pada saat pemberangkatan dan memikul semua resiko dan biaya pemuatan itu, maka hal ini harus dijelaskan dengan cara menambahkan kata-kata yang tegas di dalam Kontrak Jual Beli.

Syarat ini jangan dipakai bila Pembeli tidak mungkin mengurus formalitas ekspor, baik langsung maupun secara tidak langsung. Didalam hal seperti itu, maka sebaiknya dipakai Syarat FCA, asal saja Penjual setuju bahwa dia akan melakukan pemuatan barang atas biaya dan resikonya sendiri

2. FCA = FREE CARRIER (…disebut nama Tempat)

Free Carrier” berarti bahwa Penjual melakukan penyerahan barang-barang, yang sudah mendapat izin ekspor, kepada pengangkut yang ditunjuk Pembeli di tempat yang disebut. Harus dicatat bahwa pemilihan tempat penyerahan mempunyai dampak pada kewajiban muat bongkar barang-barang di tempat itu. Jika penyerahan terjadi di tempat Penjual, maka Penjual bertanggungjawab untuk memuat. Jika penyerahan terjadi di tempat lain. Penjual tidak bertanggungjawab untuk membongkar.

Syarat ini dapat dipergunakan tanpa memandang jenis alat angkut, termasuk alat angkut aneka wahana.

Pengangkut berarti setiap orang dalam kontrak angkutan, yang bertanggungjawab untuk mengangkut atau menjamin untuk mengangkut dengan kereta api, jalan raya, udara, laut, sungai atau dengan kombinasi dari alat angkut itu.

Jika pembeli menunjuk orang selain dari Pengangkut untuk menerima barang-barang itu, maka Penjual dianggap telah memenuhi kewajibannya untuk menyerahkan barang bila barang itu telah diserahkannya kepada orang itu.

3. FAS = FREE ALONGSIDE SHIP (.. disebut nama pelabuhan Pengapalan)

Free Alongside Ship” berarti bahwa Penjual melakukan penyerahan barang-barang, bila barang-barang itu ditempatkan disamping kapal di pelabuhan Pengapalan yang disebut. Hal ini berarti bahwa Pembeli wajib memikul semua biaya dan semua resiko kehilangan atau kerusakan atas barang-barang mulai saat itu. Syarat FAS menuntut Penjual mengurus formalitas ekspor, Syarat ini berlawanan dengan versi Incoterms sebelumnya yang menuntut pembeli untuk mengurus formalitas ekspor.

Namun bila pihak-pihak bersangkutan mengingini supaya Pembeli mengurus formalitas ekspor, maka hal ini harus ditegaskan dengan cara menambahkan kata yang tegas didalam Kontrak Jual – Beli. Syarat ini hanya dapat dipakai untuk angkutan laut dan sungai saja

4. FOB = FREE ON BOARD (…disebut nama Pelabuhan Pengapalan)

Free On Board” berarti bahwa penjual melakukan penyerahan barang-barang bila barang-barang melewati pagar kapal di pelabuhan pengapalan disebut. Hal ini berartibahwa pembeli wajib memikul biaya dan resiko atas kehilangan atau kerusakan barang mulai dari titik itu.

Syarat FOB menuntut penjual untuk mengurus formalitas ekspor. Syarat ini hanya dapat dipakai untuk angkutan laut dan sungai saja. Jika pihak-pihak bersangkutan tidak bermaksud untuk menyerahkan barang melewati pagar kapal, maka syarat FCA yang harus dipakai.

5. CFR = COST AND FREIGHT (..disebut nama Pelabuhan Tujuan)

Cost and Freight” berarti bahwa Penjual melakukan penyerahan barang-barang bila barang-barang melewati pagar kapal di pelabuhan pengapalan.

Penjual wajib membayar biaya-biaya dan ongkos angkut yang perlu untuk mengangkut barang-barang itu sampai ke Pelabuhan tujuan yang disebut. Tetapi resiko hilang atau kerusakan atas barang-barang, termasuk setiap biaya tambahan sehubungan dengan peristiwa yang terjadi setelah waktu penyerahan itu berpindah dari Penjual kepada Pembeli.

Syarat CFR menuntut Penjual untuk mengurus formalitas ekspor.

Syarat ini hanya dapat dipakai untuk angkutan laut dan sungai saja. Jika pihak-pihak terkait tidak bermaksud melakukan penyerhan barang meliwati pagar kapal, maka sebaiknya memakai Syarat CPT

6. CIF = COST INSURANCE AND FREIGHT (…disebut nama Pelabuhan Tujuan)

Cost Insurance and Freight” berarti bahwa Penjual melakukan Penyerahan barang-barang bila barang-barang itu melewati pagar kapal di Pelabuhan Pengapalan.

Penjual wajib membayar semua biaya dan ongkos angkut yang perlu untuk mengangkut barang-barang itu sampai ke Pelabuhan Tujuan yang disebut. Tetapi resiko hilang atau kerusakan atas barang-barang, termasuk setiap biaya tambahan sehubungan dengan peristiwa itu telah berpindah dari Penjual kepada Pembeli. Namun dalam Syarat CIF, Penjual wajib pula menutup asuransi angkutan laut terhadap resiko rugi atau kerusakan atas barang yang mungkin diderita Pembeli selama barang dalam perjalanan.

Berkenaan dengan itu, Penjual wajib menutup asuransi dan membayar premi. Pembeli perlu mencatat bahwa dengan syarat CIF, Penjual diwajibkan menutup asuransi hanya dengan syarat pertanggungan minimum. Sekiranya Pembeli mengingini perlindungan yang lebih besar, maka pembeli perlu mengadakan persetujuan dengan Penjual secara tegas, atau Pembeli sendiri harus mengurusi asuransi tambahan itu.

Syarat CIF menuntut Penjual untuk mengurus formalitas ekspor.

Syarat ini hanya dapat dipakai untuk angkutan laut dan sungai. Jika pihak-pihak bersangkutan tidak bermaksud untuk menyerahkan barang melewati pagar kapal, maka syarat CIP yang harus dipakai.

7. CPT = CARRIAGE PAID TO (…disebut Nama Tempat Tujuan)

“Carriage Paid to…” berarti bahwa Penjual menyerahkan barang-barang kepada pengangkut yang ditunjuknya sendiri, tetapi penjual wajib pula membayar ongkos angkut yang perlu untuk mengangut barang-barang itu sampai ketempat tujuan yang disebut. Hal ini berarti bahwa Pembeli memikul semua resiko dan membayar setiap ongkos yang timbul setelah barang-barang yang diserahkan secara demikian.

“Carrier” berarti setiap orang yang mengadakan kontrak angkutan, bertanggung jawab melakukan atau menjamin terlaksananya pengangkutan dengan kereta api, jalan darat, udara laut, sungai atau dengan kombinasi dari alat angkut itu.

Sekiranya dipakai pengangkut-pengangkut pengganti untuk meneruskan pengangkutan sampai ketempat tujuan yang dijanjikan, maka resiko (Penjual) berakhir bila barang-barang telah diserahkan kepada pengangkut pertama.

Syarat CPT mewajibkan penjual mengurus formalitas ekspor.

Syarat ini boleh dipakai untuk alat angkut apa saja, termasuk alat angkut aneka wahana (Multimodal Transport)

8. CIP = CARRIAGE AND INSURANCE PAID TO (…disebut nama tempat tujuan)

Carriage and Insurance paid to…”berarti bahwa Penjual menyerahkan barang-barang kepada pengangkut yang ditujuknya sendiri, tetapi penjual wajib pula membayar ongkos angkut yang perlu untuk mengangkut barang-barang itu sampai ketempat tujuan yang disebut. Hal ini berarti bahwa Pembeli memikul semua resiko dan membayar setiap ongkos yang timbul setelah barang-barang yang diserahkan secara demikian. Namun dalam hal CIP, Penjual juga wajib menutup asuransi terhadap resiko rugi dan kerusakan atas barang yang menimpa pembeli selama barang dalam perjalanan.

Pembeli perlu mencatat bahwa dengan syarat CIP, Penjual dituntut untuk menutup asuransi hanya dengan syarat minimum. Sekiranya Pembeli mengingini perlindungan yang lebih besar, maka pembeli perlu mengadakan persetujuan dengan Penjual secara tegas, atau pembeli sendiri harus mengurus asuransi tambahan itu.

Carrier” berarti setiap orang yang mengadakan kontrak angkutan, bertanggung jawab melakukan atau menjamin terlaksananya pengangkut dengan kereta api, jalan darat, udara, laut, sungai atau dengan kombinasi dari alat angkut itu.

Sekiranya dipakai pengangkut-pengangkut pengganti untuk meneruskan pengangkut sampai ketempat tujuan yang dijanjikan, maka resiko (penjual) berakhir bila barang-barang telah diserahkan kepada pengangkut pertama.

Syarat CIP menuntut Penjual untuk mengurus formalitas ekspor.

Syarat ini boleh di pakai untuk alat angkut apa saja, termasuk alat angkut aneka wahana (Multimodal Transport)

9. DAF = DELIVERED AT FRONTIER (…disebut tempat)

Delivered at Frontier” berarti bahwa penjual menyerahkan barang-barang bila barang-barang itu telah ditempatkan kedalam kewenangan pembeli pada saat datangnya alat angkut, belum dibongkar, sudah diurus formalitas ekspornya, namun belum diurus formalitas impornya, di tempat atau pada titik yang disebut di wilayah perbatasan, tetapi belum memasuki wilayah pabean dari Negara yang bertetangga. Istilah “frontier” boleh dipakai untuk daerah perbatasan mana saja, termasuk perbatasan dari Negara pengekspor itu sendiri. Oleh karena itu adalah penting sekali untuk merumuskan secara tepat tentang perbatasan itu, dengan selalu menyebut titik dan tempat dalam syarat itu.

Namun, bila pihak-pihak terkait mengingini penjual untuk bertanggung jawab membongkar barang-barang dari alat angkut yang baru sampai itu dan memikul resiko dan biaya pembongkaran, maka hal ini harus dibuat sejelas-jelasnya dengan menambahkan dengan kata-kata yang tegas di dalam kontrak jual beli yang bersangkutan.

Syarat ini boleh dipakai untuk alat angkut apa saja bilamana barang-barang itu harus diserahkan di perbatasan daratan. Bila penyerahan itu harus dilakukan di pelabuhan tujuan, di atas kapal atau di dermaga, supaya dipakai syarat DES atau DEQ.

10. DES = DELIVERED EX SHIP (.. disebut nama pelabuhan tujuan)

Delivered Ex Ship” berarti bahwa penjual menyerahkan barang-barang bila barang-barang itu ditempatkan kedalam kewenangan pembeli diatas kapal, belum diurus formalitas impornya, dipelabuhan tujuan yang disebut. Penjual wajib memikul semua biaya dan resiko yang terkait dengan pengangkutan barang-barang itu sampai kepelabuhan tujuan yang disebut sebelum dibongkar. Bila pihak-pihak terkait mengingini memikul biaya dan resiko dan pembongkaran barang-barang itu, maka sebaiknya dipakai syarat DEQ. Syarat ini hanya dapat dipakai bila barang-barang akan diserahkan melalui laut atau sungai atau dengan alat angkut aneka wahana diatas kapal dipelabuhan tujuan.

11. DEQ = DELIVERED EX QUAY (..disebut nama pelabuhan tujuan)

Delivered EX Quay” berarti bahwa penjual menyerahkan barang-barang bila barang-barang itu ditempatkan dalam kewenangan pembeli diatas dermaga, belum diurus formalitas importnya, dipelabuhan tujuan yang disebut. Penjual wajib memikul semua biaya dan resiko yang terkait dengan pengangkutan barang-barang itu sampai kepelabuhan tujuan yang disebut dan membongkar barang-barang itu diatas dermaga. Syarat DEQ menuntut pembeli mengurus formalitas impor dan membayar semua biaya resmi , bea masuk, pajak-pajak dan biaya-biaya lain yang dipungut atas impor.

Syarat ini adalah kebalikan dari versi Incoterms sebelumnya yang mengharuskan penjual untuk mengurus formalitas impor. Jika pihak-pihak terkait mengingini semua atau sebagian biaya pengimporan atas barang menjadi tanggungan pihak penjual maka hal ini harus dijelaskan dengan cara menambahkan kata-kata yang tegas didalam kontrak jual beli.

Syarat ini hanya dipakai bila barang-barang itu kan diserahkan melalui laut, sungai atau alat angkutan aneka wahana yang dibongkar dari suatu kapal keatas dermaga di pelabuhan tujuan. Namun bila pihak-pihak terkait mengingini untuk memasukkannya mejadi tanggung jawab penjual atas semua resiko dan biaya pengelolaan barang-barang mulai dari dermaga ketempat-tempat lain (gudang, terminal, stasiun angkutan, dll), didalam kawasan atau diluar kawasan pelabuhan supaya dipakai syarat DDU atau DDP.

12. DDU = DELIVERED DUTY UNPAID (…disebut nama tempat tujuan)

Delivered Duty Unpaid” berarti bahwa penjual menyerahkan barang-barang kepada pembeli, belum diurus formalitas impornya, dan belum dibongkar dari atas alat angkut yang baru datang ditempat tujuan yang disebut. Penjual wajib memikul semua biaya dan resiko yang terkait dengan pengangkutan barang-barang itu sampai kesana, kecuali bea masuk (istilah ini termasuk tanggung jawab mengurus formalitas pabean, pembayaran biaya resmi /formalitas bea masuk pajak-pajak dan biaya lainnya) yang diperlukan dinegara tujuan. Bea masuk semacam itu harus dipikul oleh pembeli termasuk semua biaya dan resiko yang disebabkan oleh kegagalannya mengurus formalitas impor pada waktunya.

Namun bila pihak-pihak terkait mengingini penjual yang akan mengurus formalitas kepabeanan dan memikul biaya dan resiko yang ditimbulkannya, termasuk biaya impor lainnya, maka hal ini harus ditegaskan dengan cara, menambahkan kata-kata yang jelas didalam kontrak jual beli.

Syarat ini dapat dipakai untuk alat angkut apa saja, tetapi bila penyerahan barang akandilakukan dipelabuhan tujuan diatas kapal atau diatas dermaga, supaya dipakai syarat DES atau DEQ

13. DDP = DELIVERED DUTY PAID (…disebut nama tempat tujuan)

Delivered Duty Paid” berarti bahwa penjual menyerahkan barang-barang kepada pembeli, sudah diurus formalitasnya, namun belum dibongkar dari atas alat angkut yang baru datang ditempat tujuan yang disebut. Penjual memikul semua biaya-biaya dan resiko yang dengan pengangkutan barang itu sampai kesana, termasuk biaya masuk apapun (istilah ini termasuk tanggung jawab mengurus formalitas pabean, pembayaran biaya resmi (formalitas) bea masuk, pajak-pajak dan biaya lainnya) yang diperlakukan dinegara tujuan .

Sementara syarat EXW menggambarkan tanggung jawab yang minimal dari penjual, maka syarat DDP memberikan gambaran suatu tanggung jawab yang maksimal kepada penjual.

Syarat ini janganlah dipakai bila secara langsung atau tidak langsung penjual tak akan mungkin memperoleh ijin impor. Namun, bila pihak-pihak terkait ingin untuk mengeluarkan dari tanggung jawab penjual terhadap beberapa jenis biaya yang dikenakan atas impor barang-barang (seperti pajak penambahan nilai /VAT) , maka halini harus dijelaskan dengan cara menambahkan kata-kata yang tegas didalam kontrak jual beli.

Bila pihak-pihak terkait mengingini pembeli yang akan memikul semua resiko dan biaya pengimporan ini, maka dipakai syarat DDU.

Syarat ini boleh dipakai untuk jenis alat angkut mana saja, tetapi bila penyerahan barang akan dilakukan dipelabuhan tujuan diatas sebuah kapal atau diatas dermaga akan dipakai syarat DES dan DEQ.